Tradisi Mesuryak di Desa Bongan Tabanan

Jika berbicara tentang tradisi di Bali memang tidak akan pernah ada habisnya. Banyak sekali tradisi yang dilaksanankan yang terkait dengan ritual keagamaan, dan setiap tradisi memiliki keunikan masing-masing yang menambah daya tarik tersendiri. Pada artikel kali ini saya membuat tulisan tentang tradisi “Mesuryak“, jika dalam bahasa Indonesia dapat diartikan berteriak beramai-ramai/bersorak. Bagaimana tradisi ini dijalankan? Mari kita simak kisahnya.

Tradisi mesuryak sebuah tradisi unik yang masih dilaksanakan turun temurun di Dusun Bongan Gede, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan – Bali. Upacara ini digelar bertepatan pada Hari Raya Kuningan (10 hari setelah Galungan) setiap 6 bulan sekali, dengan tujuan untuk memberikan persembahan ataupun bekal pada leluhurnya yang turun pada hari raya Galungan dan kembali ke nirwana pada hari raya Kuningan. Upacara ini mulai sekitar jam 09.00 pagi dan berakhir jam 12 siang, karena setelah lewat jam 12 siang, diyakini para leluhur telah kembali ke surga.

Continue reading

Tradisi Makotek – Sejarah Pura Luhur Sapuh Jagat

Sejarah Tradisi Mekotekan ini berawal dari keberadaan Raja IV Cokorda Nyoman Munggu pada Keraton Puri Agung Munggu. Beliau adalah seorang raja yang sangat arif dan bijaksana serta dicintai dan disegani oleh rakyat Mengwiraja dan sekitarnya, khususnya masyarakat di Munggu. Beliau memiliki kebun yang sangat luas yang sekarang disebut “Uma Kebon” serta memiliki peternakan yang disebut “Uma Bada“.

Beliau ingin meneruskan cita-cita pendahulunya, yaitu Raja I Gusti Agung Putu Agung yang mebhiseka Cokorda Sakti Blambangan. Beliau membentuk pasukan berani mati di Desa Munggu, yang dibina oleh Bhagawantha raja dari Ida Brahmana di Munggu, dengan sebutan pasukan “Guak Selem Munggu“.

Continue reading

Gerebeg atau Makotek di Desa Adat Munggu

Gerebeg atau lebih dikenal dengan Mekotek merupakan salah satu tradisi di Bali yang hanya ada di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Perayaannya tepat pada Hari Raya Kuningan atau 10 hari setelah Hari Raya Galungan. Pelaksanaan upacara Mekotek pada awalnya diselenggarakan untuk menyambut armada perang Kerajaan Mengwi yang melintas di daerah Munggu yang akan berangkat ke medan laga, juga dirayakan untuk menyambut pasukan saat mendapat kemenangan perang dengan kerajaan Blambangan di Pulau Jawa.

Perayaan mekotek ini dulunya menggunakan tombak dari besi, yang memberikan semangat pasukan ke atau dari medan perang, namun seiring perubahan waktu dan untuk menghindari peserta terluka, maka tombak diganti dengan tongkat dari pulet yang sudah dikuliti yang panjangnya sekitar 2 – 3.5 meter. Perayaan di Hari Raya Kuningan, peserta berpakaian pakaian adat madya, berkumpul di Pura Dalem Munggu, hampir seluruh warga yang terdiri 15 banjar dari umur 12 – 60 tahun ikut merayakannya. Kemudian tongkat kayu diadu sehingga menimbulkan bunyi “tek-tek” ditimbulkan sehingga membentuk sebuah kerucut/piramid, bagi yang punya nyali ataupun yang mungkin punya kaul naik ke puncak kumpulan tongkat kayu dan berdiri di atasnya seperti komando yang memberikan semangat bagi pasukannya.

Continue reading

Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Bajra Sandhi)

Pada tanggal 26 Mei 2014, salah satu agenda pembelajaran Diklat Pim IV Angkatan V Kabupaten Badung adalah melaksanakan visitasi. Monumen Perjuangan Rakyat Bali atau yang sering disebut dengan Bajra Sandhi menjadi tujuan visitasi adalah untuk menumbuhkan rasa cinta dan wawasan berbangsa dan bernegara, khususnya untuk mengenang perjuangan pahlawan-pahlawan kita dalam rangka merebut serta mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia, khususnya perjuangan pahlawan yang terjadi di Pulau Dewata ini.

Pada tulisan saya kali ini berisi tentang Deskripsi Monumen Perjuangan Rakyat Bali (MPRB), yang sejujurnya baru kali ini saya sempat masuk ke dalam monumen padahal selama terbangun dan berfungsi saya hanya melihat dari luar saja. Ternyata monumen ini banyak berisikan materi-materi perjuangan rakyat Bali dan tentunya sangat berguna untuk menumbuhkembangkan kebanggaan berbangsa dan bernegara, khususnya menjadi bagian dari warga Bali.

Continue reading

Katak Ingin Menjadi Sapi

Di suatu persawahan, hiduplah seekor katak dan seekor sapi. Si katak yang berbadan kecil selalu merasa iri hati kepada sapi yang memiliki tubuh besar dan kekar. Ia terobsesi untuk menjadi sebesar sapi, bagaimanapun caranya.

Hingga suatu hari, si katak berpikir cukup lama. “Bagaimana ya caranya agar aku dapat menjadi sebesar sapi?” Cukup lama ia berpikir dan merenung. Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah ide. “Jika aku meniup badanku seperti balon, pasti aku bisa menjadi sebesar sapi!” pikirnya.

Continue reading

Keberadaan Tanah Adat di Bali

Pendahuluan

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Maka dari itulah sangat dibutuhkan pengaturannya lewat hukum termasuk hukum adat.

Ilustrasi – Tanah Adat

Ada 2 hal yang menyebabkan tanah itu memiliki kedudukan yang sangat penting dalam hukum adat, yaitu :

Continue reading

Makna Ngelawang

Seni pentas ngelawang dilakukan untuk merayakan kemenangan Dharma atas Adharma. Ngelawang merupakan sajian seni pertunjukan yang memiliki makna sakral, namun tak sedikit orang mengatakan bahwa pertunjukan ini unik. Biasanya berlangsung secara sporadis menyibak ruang dan waktu.

Ngelawang adalah suatu tradisi yang sudah ada dari jaman dahulu dan menjadi warisan budaya masyarakat Bali masa kini. Namun ngelawang mempunyai arti lebih luas lagi yaitu sebagai penolak bala, karena ngelawang mementaskan tarian barong yang merupakan perwujudan dari suatu binatang seperti: babi hutan (bangkal/bangkung), gajah, lembu, macan dan sebagainya yang diyakini oleh masyarakat sebagai perwujudan atau manifestasi dari Dewa Siwa yang menjadi jiwa barong tersebut.

Continue reading

Patung Dalam Agama Hindu – 2

Patung Bhuta/Raksasa

Patung Bhuta/Raksasa biasanya ditempatkan sebagai Dwarapala (penjaga pintu), pada gapura sebuah candi/tempat pemujaan. Sebagai penjaga pintu, maka patung tersebut diwujudkan dengan wajah garang, memperlihatkan taring dengan mata melotot (dedelingan). Malahan beberapa diantaranya memakai mahkota, subang, kalung, selempang, gelang dan ikat pinggang dengan hiasan tengkorak. Tangannya membawa senjata, khadga (pedang) dan pisau. Ada juga dwarapala yang membawa ular.

Patung Bhima Sakti di Bencingah Puri Ageng Mengwi

Sedangkan patung dwarapala yang terdapat di Pura-pura di Bali, tidak segarang dwarapala di Jawa, namun tanda-tandanya, mata melotot, taring yang tajam.

Continue reading

Patung Dalam Agama Hindu – 1

Pengertian

Dalam tulisan ini yang dimaksud patung adalah semua perwujudan dalam bentuk tiga dimensi, baik dalam ukuran besar maupun kecil. Pengertian tiga dimensi dalam suatu bentuk apabila benda yang ingin diwujudkan dapat dilihat dari tiga arah, yakni arah muka, belakang dan samping. Dalam istilah yang umum (ilmu purbakala) patung itu sering disebut dengan arca.

Patung Siwa di Murudeshwara Temple

Di Bali dibedakan pengertian mengenai patung, seperti : arca, pratima, togog, bedogol, pacanangan yang sering disebut palinggihan/wahana.

Continue reading

Ngelawang

Tradisi ngelawang atau merupakan salah satu ritual tolak bala bagi umat Hindu di Bali. Ngelawang ini dilakukan setiap 6 bulan sekali di antara Hari Raya Galungan dan Kuningan. Seperti namanya Ngelawang yang artinya lawang (pintu), yang berarti juga pementasan dilakukan dari rumah ke rumah maupun dari desa ke desa, pasar, bahkan di tengah-tengah jalan, digelar dengan menggunakan barong bangkung yaitu barong berupa sosok babi (bangkal) diiringi dengan gamelan bebarongan ataupun gamelan betel. Tujuan dilakukan tradisi ini untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi penduduk dari wabah/penyakit yang diakibatkan oleh roh-roh (bhuta kala) tersebut.

Ngelawang berasal dari mitologi seorang Dewi Cantik bernama Bhatari Ulun Danu berubah wujud menjadi seorang raksasa yang berhati baik dan membantu penduduk desa melakukan pengusiran roh jahat dan membagikan tirtha amertha.

Continue reading