Asta Brata – Konsep Kepemimpinan Tak Lekang Oleh Waktu

ASTA BRATA adalah ajaran kepemimpinan yang diajarkan oleh Sri Rama kepada Gunawan Wibisana, dalam memegang tapuk pimpinan negara/kerajaan Alengkapura. Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Sedangkan pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi.

Konsep ajaran ASTA BRATA adalah untuk mendapatkan pemimpin yang dapat menjawab berbagai tantangan kompleksitas persoalan yang ada. ASTA BRATA merupakan ajaran etika dan moral yang mengandung berbagai aspek kehidupan, khususnya mengenai asas kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Asta Brata terdiri atas kata “Asta” yang artinya delapan dan “Brata” yang artinya pegangan atau pedoman. Jadi Asta Brata adalah delapan pegangan atau pedoman yang harus dimiliki seorang pemimpin.

Adapun konsep kepemimpinan Asta Brata, antara lain :

  1. Indra Brata (dewa mendung dan hujan), artinya pemimpin itu selalu memikirkan nasib bawahannya. Seorang yang dipercaya menjadi pemimpin, hendaknya mengusahakan kemakmuran bagi rakyatnya dan dalam segala tindakannya dapat membawa kesejukan dan kewibawaan. Seorang pemimpin haruslah adil. Keadilan yang ditegakkan bisa memberi kecerahan ibarat air yang membersihkan kotoran. Air juga tidak pernah “pilih kasih” siapapun dan apapun akan dibasahinya.
  2. Yama Brata (dewa keadilan akhirat). Pemimpin hendaknya meneladani sikap dan sifat keadilan yaitu selalu menegakkan hukum atau peraturan yang berlaku demi mengayomi rakyatnya. Harus menindak tegas bawahannya, jika mengetahui bawahannya memakan uang rakyat dan mengkhianati negaranya. Memiliki kemampuan mengumpulkan segala yang tidak berguna menjadi lebih berguna. Bisa memberikan ganjaran yang berupa keteduhan. Jika ada yang salah maka akan dihukum sesuai perbuatannya. Apabila pemimpin tidak bersikap adil maka akan timbul krisis kewibawaaan dan anarki dalam menjalankan tugas. Hukuman tersebut harus bersifat edukatif dimana hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan.
  3. Surya Brata (dewa penerang), artinya seorang pemimpin yang baik haruslah mampu memberi semangat dan kekuatan yang penuh dinamika serta menjadi sumber energi bagi bawahannya. Seperti sifat matahari berarti sabar dalam bekerja, tajam, terarah dan tanpa pamrih. Semua yang dijemur pasti kena sinarnya, tapi tidak dengan serta merta langsung dikeringkan. Jalannya terarah dan luwes. Tujuannya agar setiap manusia sabar dan tidak sulit dalam mengupayakan rejeki, seorang pemimpin dalam tugasnya harus dapat memberikan penerangan kepada anak buahnya atau bawahannya serta memberikan kekuatan kepadanya. Bawahan harus diberikan kesadaran akan tanggung jawabnya dan benar-benar menyadari tugas yang dipikulnya. Kalau kita perhatikan keadaan sehari-hari, ternyata bahwa matahari itu memancarkan sinarnya ke segala pelosok dunia dan menerangi seluruh alam semesta ini tanpa pandang tempat, rendah dan tinggi. Dengan demikian pemimpin hendaknya tidak jemu-jemu mengadakan hubungan dengan bawahannya sehingga mengetahui benar tentang keadaan bawahannya.
  4. Candra Brata (dewa ketenangan), artinya pemimpin hendaknya memiliki sifat dan sikap yang mampu memberikan penerangan bagi bawahannya yang berada dalam kebodohan dengan wajah yang penuh kesejukan seperti rembulan (candra), penuh simpati, sehingga bawahannya menjadi tentram dan hidup dengan nyaman. Rembulan juga bersifat halus budi, terang perangai, menebarkan keindahan kepada seisi alam. Seorang pemimpin harus berlaku demikian, menjadi penerang bagi bawahannya agar dapat mensejahterakan bawahannya.
  5. Bayu Brata (dewa angin), artinya pemimpin harus menjadi seperti angin. Senantiasa memberikan kesegaran dan selalu turun ke bawah melihat bawahannya. Angin tidak berhenti memeriksa dan meneliti, selalu melihat perilaku manusia, bisa menjelma besar atau kecil, berguna jika digunakan. Jalannya tidak kelihatan, nafsunya tidak ditonjolkan. Jika ditolak ia tidak marah dan jika ditarik ia tidak dibenci. Seorang pemimpin harus berjiwa teliti di mana saja berada. Baik buruk rakyat harus diketahui oleh mata kepala sendiri, tanpa menggantungkan laporan bawahannya. Biasanya, bawahan bagitu pelit dan selektif dalam memberikan laporan kepada pemimpin, dan terkadang hanya kondisi baik-baiknya saja yang dilaporkan. Pemimpin harus dapat mengetahui segala hal ikhwal dan pikiran anak buahnya, sehingga dapat mengerti lebih dalam, terutama dalam kesukaran hidupnya maupun dalam menjalankan tugasnya.
  6. Kuwera Brata (dewa kemakmuran), artinya pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat utama dari bumi, dimana bumi memberikan segala yang dimilikinya untuk kesejahteraan rakyat dan teguh, menjadi landasan pijak dan memberi kehidupan (kesejahteraan) untuk rakyatnya. Bumi selalu dicangkul dan digali, namun bumi tetap ikhlas dan rela. Begitu pula dengan seorang pemimpin yang rela berkorban kepentingan pribadinya untuk kepentingan rakyat. Seorang pemimpin haruslah memiliki sikap welas asih seperti sifat-sifat bumi. Falsafah bumi yang lain adalah air tuba dibalas dengan air susu. Keburukan selalu dibalas dengan kebaikan dan keluhuran.
  7. Baruna Brata (dewa laut), artinya sebuah samudra memiliki wawasan yang luas, mampu mengatasi setiap gejolak dengan baik, penuh kearifan dan kebijaksanaan. Samudera merupakan wadah air yang memiliki sifat pemaaf, bukan pendendam. Air selalu diciduk dan diambil tapi pulih tanpa ada bekasnya. Seorang pemimpin harus mempunyai sifat pemaaf, sebagaimana sifat air dalam sebuah samudra yang siap menampung apa saja yang hanyut dari daratan. Samudra mencerminkan jiwa yang mendukung pluralisme dalam hidup bermasyarakat yang berkarakter majemuk. Pemimpin mau mendengarkan suara hati atau pendapat anak buah dan bisa menyimpulkan secara baik, sehingga dengan demikian bawahan merasa puas dan taat serta mudah digerakkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
  8. Agni Brata (dewa api), artinya pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api (agni), yang selalu mendorong rakyatnya memiliki sikap nasionalisme. Seperti api, berarti pemimpin juga harus memiliki prinsip menindak yang bersalah tanpa pilih kasih. Api bisa membakar apa saja, menghanguskan semak-semak, menerangkan yang gelap. Bisa bersabar namun juga bisa sangat marah. Seorang pemimpin haruslah mempunyai semangat yang berkobar-kobar laksana agni dan dapat pula mengobarkan semangat anak buah yang diarahkan untuk menyelesaikan segala pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan tetap memiliki pertimbangan berdasarkan akal sehat dan bisa dipertanggungjawabkan.

Jika dilihat dari pemaparan di atas,bagaimanakah para pemimpin yang ada saat ini? Sudahkah sesuai dengan ajaran kepemimpinan Asta Brata di atas? Jika belum, hendaknya beliau para para pemimpin tersebut segera berubah agar segala konflik dan permasalahan yang ada segera bisa diselesaikan, agar masyarakat dapat hidup sejahterah. Asta Brata bukan hanya berlaku bagi para pemimpin saja, setiap manusia hendaknya mengamalkannya, dalam arti hidup selaras dengan alam, dan menjalankan peran yang diembannya, sehingga bermanfaat bagi sesama.

Seseorang pemimpin yang tidak mampu melaksanakan Asta Brata bagaikan raja tanpa mahkota, sebaliknya rakyat jelata yang dalam hidupnya mampu melaksanakan Asta Brata, berarti ia adalah rakyat jelata yang bermahkota dialah yang luhur budi pekertinya. Seiring dengan kondisi kehidupan saat ini, maka sangatlah dibutuhkan karakter pemimpin yang sesuai dengan ajaran ASTA BRATA, untuk itu ke depan marilah kita semua dalam memilih pemimpin harus orang yang dapat menjawab berbagai tantangan dengan kerja-kerja yg cerdas, ikhlas, jujur, dan mendidik serta pantang menyerah.

Leave a comment