Rasa Hati

Hari ini…

Kutatap Sang Surya merekah

Menyiratkan cahaya-Nya

Menghangatkan alam

Namun,

Kenapa ?

Hati ini tak secerah cahaya-Mu

Buram… tiada makna…

Rasa ini…

Menyesakan dada…

Salahkah diriku…

Kuharap dikau rasakan jua…

Ya… sudahlah…

Biarkan seperti air mengalir…

Mengikuti jalannya sendiri…

Sampai terbendung oleh kematian…

Kawentenan Desa Karangjung, Sembung, Kuwum lan Nyelati

Kacerita ri sapamadegan Ida Cokorda Nyoman Munggu I Gusti Agung Nyoman Alangkajeng, raja kaping III ring jagat Menghapura. Maka pangendaning Hyang bendu Ida Cokorda Nyoman Munggu majeng ring Ida I Dewa Karang, kabaos malikang gumi, sampun prasida ndawuhin manca Mengwi, pacang angrusak I Dewa Karang, tur angrejek I Dewa Karang ring Mambal. Dening asapunika, lunga I Dewa Karang, agendurasa ring ipenidane ring Puri Bun, sampun puput bebaose ring Puri Bun, mantuk I Dewa Karang, tan sangsaya kayunne.

011914_1138_BabadMunang1.jpg

Kacaritanen dateng sikep Mengwi, ingaterin ingadu olih para putra makabehan, makadi Ida I Gusti Agung Putu Mbahyun, ingiter Purine ring Mambal. Dadi erang I Dewa Karang, dateng maka manggala sikep Bun, ri mukaning Puri, mula kapiandel sikep Bun punika, ring sang sida nyakrawreti ring Mengwi, maka don angemit I Dewa Karang. Mijil I Dewa Karang saking mukaning Puri, angungsi sikep Bun, adwa kayunne I Gusti Ngurah Bun, tur kaliput kasaruang Ida I Dewa Karang, olih i sikep Bun, ika krananne luput I Dewa Karang, tan kena rinusak, angob tang wong Mengwi, ring kawidgdanidane I Dewa Karang. Mangke I Dewa Karang angetan angalih sanake I Dewa Bata, ida asrama ring Banjar Tegal, wewengkon Tegallalang. Pirang lawase I Dewa Karang, malinggih ring Banjar Tegal, dadia uning Ida Cokorda Ngurah Made Agung, ida I Gusti Agung Mbayun, ring wiwekanne adwa I Gusti Ngurah Bun, krana luput I Dewa Karang, dening ipah miwah mantu, awanan tan enti pidukane Ida Sri Aji Mengwi. Putusing wirasa, atabeh teteg agung, mangkat Ida I Gusti Agung Putu Mbayun, saha sanjata muang wadwa makabehan, praya ngusak angrejek I Gusti Ngurah Bun. Yenya wani atangkep perang, telasakena tekaning anak putunya, rawuhing kapinggel laweyan, yan tan wani kewala ulah juga tur randahin rawuh wadwanya, sampun puput punika warah sira Sri Aji ring bahu dandanya makabehan mwang wadwanya sami.

Continue reading

Pura Ponjok Batu

Pura Ponjok Batu merupakan salah satu Penyungsungan Jagat atau Pura Dang Kahyangan, selain Pura Pulaki di Desa Banyupoh, Gerokgak. Pura ini terletak di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Buleleng. Memang tidak ada data pasti mengenai awal keberadaan pura ini. Namun yang diketahui, keberadaan pura ini tak bisa lepas dari sejarah kedatangan Pendeta Siwa Sidanta yaitu Danghyang Nirartha (Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh) pada abad ke-15, saat masa pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali.

pura-ponjok-batu2

Pura ini memiliki rekaman sejarah yang panjang dan unik. Hal tersebut ditelusuri lewat temuan arkeologi, efigrafi dan folklore (cerita rakyat) yang hidup di tengah masyarakat Julah dan sekitarnya.

Berdasarkan kajian arkeologis, saat penggalian di lokasi perbaikan pura tahun 1995 ditemukan sarkopah/sarkopagus. Kini sarkopah itu disimpan bersama sarkopah lainnya di halaman depan Pura Duhur Desa Kayuputih. Sarkopah (peti mayat) terbuat dari batu cadas, banyak ditemukan di beberapa daerah di Bali.

Continue reading

Topeng Bondres

Topeng Bondres yang perkembangan dan sejarahnya di mulai sejak tahun sembilan puluhan (1990-an) di Bali.

Topeng Keras

Seni pertunjukan topeng yang sering menampilkan tokoh-tokoh yang lucu, dengan humor-humor yang segar adalah merupakan salah satu tokoh dalam dramatari topeng, tokoh-tokoh dalam topeng ini terdiri dari :

  1. Topeng Pengelembar (tokoh tua dan tokoh keras),
  2. Penasar Kelihan yang tua.
  3. Penasar Cenikan yang lebih muda
  4. Ratu (Dalem dan Patih)
  5. Bondres (tokoh rakyat)

Lakon cerita biasanya bersumber dari cerita sejarah atau yang biasanya di sebut Babad.

Continue reading

Tari Topeng Tua, Refleksi Lelaki Tua di Usia Senja

Tari topeng merupakan bagian drama tari tradisional Bali. Selain dipentaskan sebagai pertunjukan hiburan, ada pula jenis tari topeng yang menjadi pelengkap dari upacara keagamaan. Salah satu tari topeng yang memiliki fungsi dalam kedua hal tersebut adalah Tari Topeng Tua, yang disebut juga Tari Werda Lumaku.

Topeng Tua

Tari topeng tua menampilkan seorang penari dengan busana yang megah dan mengenakan topeng kayu dari kayu ylang-ylang. Dari raut wajahnya, terlihat tokoh yang diperankan adalah pria berusia senja.

Saat pertunjukan, sang penari akan berjalan mengelilingi panggung dan menari dengan gerakan yang lambat. Sesekali, sang penari menghela napas putus-putus dan membuat gerakan menyapu keringat dari topengnya dengan gaya jenaka. Koreografi yang dibawakan penari menggambarkan sang pria tua sedang terkenang akan masa mudanya.

Continue reading

Sekilas Tari Topeng

Tari Topeng adalah bentuk dari tarian dan drama dimana penarinya menggunakan topeng dan menampilkan cerita-cerita lama, yang sering berkisah tentang raja dan pahlawan pada jaman dahulu. Tarian ini ada sejak abad ke-17. Tari topeng populer di Bali dan Jawa, tapi juga ditemukan di pulau Madura. Tarian ini diiringi oleh musik Gamelan.

123013_0547_DewaYajna11.jpg

Penggunaan topeng dipercaya sebagai cara memuja para leluhur. Pertunjukan tari topeng ini dimulai dengan tarian tokoh bertopeng yang tidak bicara dan tidak terkait dengan cerita tarian utama. Topeng tradisional ini antara lain : Topeng Manis, Topeng Keras dan Topeng Tua.

Continue reading

Upacara Matelubulanan/Nyambutin

Ring pamargin upacara Nyambutin, wenten upakara makadi :

  1. Panglepas Aon
  2. Sambutan
  3. Jejanganan
  4. Tataban

Mapetik1

Sadurunge ngawitin patut pisan nunas  ”Tirtha Panglukatan“, angge ngetesin upakarane, wawu ngaturang upacara Panglepas Aon, nunas pabersihan lan pasucian, huwus punika laksanayang Penyambutan, ngiderang Lesung/magogo-gogoan, ngruruh eteh-eteh papayasan. Sesampun mapangangge wawu Muspa, mangda suci bersih hening. Lanturang antuk ngayabang Jejanganan, katur ring Babu/Rare Bajang, matetujon ngicalang sahanan gegodan, pinih ungkur wawu Natab.

Continue reading

Makna Ngaben

Ngaben secara umum sering didefinisikan sebagai upacara pembakaran mayat. Tetapi dari asal-usul etimologi kata kurang tepat, karena ada tradisi Ngaben yang tidak melalui pembakaran mayat.

122814_0121_RenunganAkh4.jpg

Rupa-rupanya “ngaben” berasal dari kata “beya, artinya biaya atau bekal. Dari kata beya, dalam bentuk aktipnya, melakukan pekerjaan menjadi “meyanin” ada juga “ngabeyanin” – “ngabeyain, lalu menjadi kata “ngaben”.

Continue reading

Tari Topeng Telek

Tari Telek sampai saat ini masih dipentaskan secara teratur oleh sejumlah banjar/desa adat di Bumi Serombotan, Klungkung, seperti Banjar Adat Pancoran Gelgel dan Desa Adat Jumpai. Jenis tari wali ini merupakan tetamian (warisan) leluhur yang pantang untuk tidak dipentaskan. Warga setempat meyakini pementasan Telek sebagai sarana untuk meminang keselamatan dunia, khususnya di wawengkon (wilayah) banjar/desa adat mereka. Jika nekat tidak mementaskan Telek, itu sama artinya dengan mengundang kehadiran merana (hama-penyakit pada tanaman dan ternak), sasab (penyakit pada manusia) serta marabahaya lainnya yang mengacaukan harmonisasi dunia.

Telek

Keyakinan itu begitu mengkristal di hati krama Banjar Adat Pancoran, Gelgel dan Desa Adat Jumpai. Mereka melestarikan jenis kesenian ini dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi sehingga tak sampai tergerus arus zaman. Begitu kuatnya mereka menjaga tetamian leluhur ini, sampai-sampai seluruh pakem pada pementasan Telek dipertahankan secara saklek. “Niki nak sampun ilu lan tetamian leluhur deriki. Sampun napetang. Tiang tan uning, ngawit pidan Telek deriki masolah” (Kesenian Telek ini sudah ada sejak lama dan merupakan warisan leluhur).

Continue reading

Sanghyang Grodog : Membangkitkan Spirit Semesta

Tanggal 25 Juli 2012 menjadi hari yang istimewa bagi masyarakat Desa Lembongan, sebab itu merupakan hari pertama dari prosesi Sangyang Grodog. Antusiasme masyarakat Desa Lembongan terlihat dari ramainya mereka mendatangi tempat prosesi sanghyang yang dilakukan di catus pata yang merupakan titik nol Desa Lembongan.

Grodog1

Sanghyang Grodog kali ini terhitung sangat istimewa karena pertama kalinya diselenggarakan kembali setelah 29 tahun tidak pernah diselenggarakan di Desa Lembongan. Menyelenggarakan kembali Sanghyang Grodog tentunya bukan perkara mudah, sebab menyelenggarakan kembali sanghyang sudah “tertidur” selama 29 tahun membutuhkan upaya penggalian, terutamanya gending sanghyang yang hanya mampu diingat oleh segelintir orang tua di Desa Lembongan. Sanghyang Grodog di Desa Lembongan tergolong suatu ritual yang unik, berbeda dibandingkan dengan jenis-jenis sanghyang lainnya yang ada di Bali Daratan. Pada Bali Daratan, prosesi sanghyang lazimnya dilakukan oleh penari yang mengalami proses trans atau kehilangan kesadaran diri dan melakukan gerakan-gerakan tertentu sesuai dengan karakter sanghyang yang dipentaskan.

Continue reading