Pura Kahyangan Kedaton – Piodalan Tanpa Dupa, Kwangen dan Penjor

Upacara piodalan di Pura Kahyangan Kedaton, di Desa Kukuh, Kecamatan Marga yang jatuh setiap enam bulan tepatnya  Anggara Kasih Medangsia memang memiliki keunikan tersendiri.

alas kedaton1

Beberapa keunikan ditemui saat piodalan di pura yang berlokasi di tengah-tengah hutan Alas Kedaton ini. Seperti piodalan yang jatuh pada Anggara Kasih Medangsia. Keunikan pertama adalah sarana upacara yang tidak menggunakan dupa, kwangen, dan sampiannya harus terbuat dari daun pisang emas. Keunikan kedua tidak menggunakan jajan gina. Dan keunikan yang  paling mencolok kalau di piodalan di Pura lain selalu dipasang penjor, tidak demikian di Pura Kahyangan Kedaton, pantang memasang penjor saat piodalan. Selain keunikan tersebut, ada tradisi menarik yang selalu dijalankan setelah upacara piodalan berakhir yakni Tradisi Ngerebeg.

Continue reading

Asal Mula Pura Melanting Pulaki

Dalam perjalanan berat Peranda Sakti Wawu Rauh di bumi Bali, istri beliau, Danghyang Biyang Ketut atau disebut juga Danghyang Biyang Patni Keniten dari Blambangan, yang kelelahan seakan tak kuasa lagi mengangkat kakinya. Beliau dalam keadaan hamil tua, seluruh persendian kakinya membengkak dan ngilu dan nyeri. Padahal perjalanan masih sangat jauh.

112214_0042_PuraPulaki1.jpg

Malang benar, Peranda Suci Nirarta yang bijak itu sempat terbimbang sesaat hatinya, ingin direlakannya mengorbankan waktu menemani, tetapi mengingat pentingnya perjalanan dilanjutkan menuju ke timur secepatnya, maka diputuskanlah untuk meninggalkan belahan jiwanya sementara di tempat itu, ditemani salah satu putrinya, Dyah Ayu Swabawa. Putra-putrinya yang lain diajaknya serta karena mereka masih cukup kuat berjalan. Kelak sesampainya Danghyang di tujuan, akan diutusnya pengikutnya menjemput mereka.

Continue reading

Pura Penataran Agung Pucak Entapsai Bon

Pura Pucak Bon merupakan salah satu pura yang ada di kawasan Petang, Badung Utara yang belum banyak dikenal umat. Pura ini diyakini sebagai sumber kemakmuran atau kekayaan.

Pura-Pucak-Bon

Pura Penataran Agung Pucak Entapsai Bon atau yang sering disebut Pura Pucak Bon terletak di dataran tinggi wilayah Desa Adat Bon, Desa Belok, Kecamatan Petang, Badung.

Dari kota Denpasar berjalan ke lokasi menuju arah Utara melalui Desa Pelaga, hingga di Desa Adat Bon berjarak 59 km, dan bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat selama 1 jam 40 menit dengan kecepatan rata-rata 60 km/ jam tibalah di Pura Pucak Bon.

Continue reading

Tari Pendet – Dalam Perspektif Hindu

Kesenian dalam perspektif Hindu di Bali yang universal identik dengan kehidupan religi masyarakatnya sehingga mempunyai kedudukan yang sangat mendasar. Para penganutnya dapat mengekspresikan keyakinan terhadap Hyang Maha Kuasa. Maka banyak muncul kesenian yang dikaitkan dengan pemujaan tertentu atau sebagai pelengkap pemujaan tersebut.

Tari Pendet

Upacara di Pura-Pura (tempat suci) tidak lepas dari seni suara, tari, karawitan, seni lukis, seni rupa dan sastra. Candi-candi, Pura-Pura, dibangun sedemikian rupa sebagai ungkapan rasa estetika, etika dan sikap religius dari penganut Hindu di Bali. Pregina (penari) dalam semangat ngayah (bekerja tanpa pamrih) mempersembahkan tarian sebagai wujud bhakti kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), bhakti dan pengabdian sebagai wujud kerinduan ingin bertemu dengan sumber seni itu sendiri.

Para seniman pun ingin menyatu dengan seni karena sesungguhnya setiap insan di dunia ini adalah percikan seni. Selain itu juga berkembang pertunjukkan seni yang bersifat menghibur. Maka di Bali, berdasarkan sifatnya seni digolongkan menjadi seni wali yang disakralkan dan seni yang tidak sakral (disebut profan) yang berfungsi sebagai tontonan atau hiburan saja.

Continue reading

Pura Poten di Bromo

Sebagai pemeluk Agama Hindu Suku Tengger tidak seperti pemeluk agama Hindu pada umumnya, memiliki candi-candi sebagai tempat peribadatan, namun bila melakukan peribadatan bertempat di punden, danyang dan poten.

Pura-Luhur-Poten-Bromo

Poten merupakan sebidang lahan di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya Upacara Kasada. Sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu, poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu susunan komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga Mandala, yaitu : Mandala Utama, Mandala Madya dan Mandala Nista.

Continue reading

Pura Ulun Kulkul

Mengapa pura ini disebut Pura Ulun Kulkul? Karena di Pura ini terdapat hulunya Kulkul di seluruh Bali. Di pura ini umat mohon taksu kalau membuat kulkul atau kentongan sebagai alat komunikasi tradisional.

Ulun Kulkul

Fungsi utama dari Pura Ulun Kulkul ini adalah sebagai media pemujaan Tuhan Yang Mahaesa dalam manifestasinya sebagai Dewa Mahadewa. Pelinggih utama sebagai pemujaan Bathara Mahadewa adalah di Pelinggih Gedong Sari. Pelinggih ini berbentuk segi empat beratap ijuk agak meruncing keras. Pelinggih ini letaknya di arah tenggara dari areal Pura Ulun Kulkul dan diapit oleh Palinggih Pepelik sebagai tempat mengaturkan upakara saat ada upacara besar atau kecil.

Dua Pelinggih Pepelik ini sebagai tempat menghaturkan dua macam upakara. Dalam Sarasamuscaya ada disebutkan persembahan itu ada dua jenis yaitu Ista dan Purta. Ista adalah upakara sebagai media permohonan untuk mengembangkan niat-niat spiritual untuk membangun kemajuan jiwa. Sedangkan Purta simbol permohonan untuk memajukan kesejahteraan hidup duniawi.

Continue reading

Pura Pesimpangan

Dari Pura Dalem Puri ke timur dan membelok lagi ke selatan yaitu di sebelah timur jalan raya, di tempat yang agak terpencil, terletak Pura Pesimpangan. Piodalannya pada hari Anggara Kliwon Julungwangi, pura ini merupakan tempat pesimpangan (singgah) sejenak bila kembali melasti dari Segara Kelotok Klungkung.

Lontar

Pura Pesimpangan berada kurang lebih 2 km di sebelah barat Pura Penataran Agung Besakih. Bangunan suci atau pelinggih yang utama di Pura Pesimpangan ini adalah bangunan suci yang disebut Gedong Limas Catu. Di samping itu ada satu bangunan yang disebut pepelik untuk menempatkan sesajen sebagai sarana persembahan umat. Ada juga bangunan yang disebut bebaturan dan balai yang disebut piyasan tempat menempatkan sesajen persembahan yang lebih besar.

Continue reading

Pura Pabean- Arsitektur Khas dan Kisah Nostalgia

Selain sebagai sebuah pura suci Hindu, Pura Pabean di kawasan Pulaki, Buleleng Barat ini juga menyimpan kisah, nostalgia persinggahan atau sebagai pelabuhan bagi pelaut-pelaut dari etnis luar Bali beberapa abad lalu. Dalam perwujudan visualnya, pura ini memasukkan pula unsur-unsur religioitas agama Hindu Bali, Cina (Siwa, Buddha, Tao, Kong Hu Tju) dan Islam. Adanya palinggih-palinggih yang bernafaskan beberapa keyakinan atau kepercayaan ini membuktikan adanya perkawinan kultur wujud arsitektur Pura Pabean ini.

Pura Pabean

Maka, tak ayal lagi kalau pura ini disebut Pura Pabean Linggih Ida Batari Dewi Ayu Manik Mas Subandar atau dengan sebutan lain, Geriya Konco Dewi.

Kata pabean sendiri diperkirakan berasal dari suku kata bea, diimbuhi awal pa dan akhiran an. Sehingga pabean bisa diartikan sebagai tempat aktivitas yang berhubungan dengan pengenaan bea-cukai bagi para pelayar yang membawa barang dagangannya ke Bali. Intinya, tentu ada kaitannya dengan tempat berlabuh kapal-kapal asing pada zaman dulu.

Continue reading

Pura Penegil Dharma – Berawal Dari Kerajaan Kawista

Pura Penegil Dharma berada di wilayah Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng. Pura yang tergolong Kahyangan Jagat Nusantara ini sering pula disebut Pura Puseh Penegil Dharma atau Penyusu Dharma. Berdasarkan penuturan Ulu Krama Pura Penegil Dharma Prof. Putu Armaya, pura ini merupakan pura tertua di Bali dan menjadi cikal-bakal Bali. Sebagai pusat kesucian bhuwana agung. Sejarah pendirian pura ini dimulai pada 915 Masehi.

011914_1138_BabadMunang1.jpg

Menurut Prof. Armaya, keberadaan Pura Penegil Dharma tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang Ugrasena, pendiri Dinasti Warmadewa dan Maha Rsi Markania atau yang disebut masyarakat Bali sebagai Rsi Markandea. Pura Penegil Dharma sudah ada sebelum Majapahit datang ke Bali. Saat itu Bali masih menyatu dengan Pulau Jawa dan berada di ujung timur pulau itu. Dahulu Bali bernama Prawali. “Itu berdasarkan prasasti Mataram I,” ucap ahli sejarah yang pernah jadi Ketua DPRD Buleleng pada 1977 ini.

Continue reading

Pura Penegil Dharma

Indriyanam jaye yogam, Samatistheddivanisam, Jitendriyo hi saknoti, Vagesthapayitumprajah. (Manawa Dharmasastra, VII.44)

Maksudnya:

Siang dan malam terus berusaha mengendalikan indria sekuat tenaga. Kalau raja berhasil menundukan indrianya sendiri maka raja akan dapat membuat rakyatnya patuh pada kepemimpinannya.

Lontar

Setiap orang hendaknya mengamalkan ajaran kitab suci ke dalam dirinya sendiri dan untuk bekal mengabdi pada orang lain. Yang tertinggi ajaran kitab suci itu untuk dijadikan pegangan berbakti kepada Tuhan. Apalagi bagi seorang yang berkedudukan sebagai raja. Sebelum bertugas mengendalikan pemerintahannya seorang raja harus berusaha siang malam mengendalikan indrianya agar patuh pada arahan pikiran dan kesadaran budhinya.

Continue reading